Rabu, 16 Februari 2011

Tradisi Kadarek di Kampungku

Selesai sholat subuh, kaum laki-laki dari seluruh pelosok negeri, tua muda, tanpa memandang hubungan kekeluargaan berbondong-bondong datang ke pemakaman silih berganti (“kadarek”)

Innalillahi wainna ilahi rajiun. Nun jauh disana disatu Nagari Tanjung Barulak Kab. Tanah Datar (Sumbar) ditengah konsumerisme dan individualistis yang melanda sebagian masyarakat kita, alhamdulillah tradisi dari nenek moyang sampai sekarang masih berjalan dengan baik (indak lapuak dek hujan indak lakang dek paneh). Tulisan ini adalah merupakan hasil reportase selama mengikuti prosesi pemakaman Saudara kami yang meninggal dunia hari Kamis malam dan dikebumikan hari Jumat sore, karena menunggu kedatangan keluarga dari rantau. Urutan Prosesi pemakaman dapat kami gambarkan sebagai berikut :

1. Setelah meninggal, Tong-tong/kentongan yang berusia 3 generasi terletak di atas bukit/guguk di wilayah Korong sebesar pohon kelapa berbunyi bertalu-talu, gaungnya terdengar keseantero nagari pertanda ada warga yang meninggal dunia. Bunyinya tergantung usia yang meninggal (2 ketukan untuk anak2 dan 3 ketukan orang dewasa).

2. Semua warga laki-laki perempuan melayat meninggalkan pekerjaan. “Kaba baik (Baralek/pesta) diimbauan, kaba buruk (mati) baambuan, maksudnya semua masyarakat ada hubungan keluarga atau tidak, sekalipun sedang terjadi perselihan dengan almarhum/keluarganya melayat ke rumah duka. Beda dengan pesta yang harus diundang terlebih dahulu. Kaum Ibu membawa sepiring beras berdoa dan mengaji untuk almarhum sesampai di rumah duka.

3. Semua perlengkapan kain kafan, kain panjang untuk selimut mayat, bunga, pengharum, sabun dan lain-lain disiapkan oleh keluarga Bako (keluarga ayah) dan menantu perempuan keluarga besar almarhum.

4. Jumat pagi warga korong gotong royong menggali kuburan. Jumlah warga yang ikut bekerja dan kerapihan kuburan dapat mencerminkan perilaku almarhum semasa hidupnya.

5. Jumat sore sebelum keberangkatan ke pemakaman dan setelah prosesi pemakaman, pihak keluarga/ahli waris memberikan kata sambutan permintaan maaf dan penyelesaian hutang piutang dihadapan seluruh pelayat. Untuk yang kedua kalinya, kaum ibu membawa makanan kecil berikut uang. Kaum Ibu yang melayat ke rumah duka dalam tenggang waktu bisa mencapai satu minggu lama. Kedatangan kaum Ibu dari seluruh pelosok negeri tanpa memandang hubungan kekeluargaan ke rumah duka merupakan kesadaran/kewajiban sosial yang sudah mendarah daging.

6. Jumat malam diadakan tahlilan yang dihadiri oleh kaum laki-laki, sedangkan menantu perempuan keluarga besar almarhum membawa makanan dalam dulang dengan kualitas yang berbeda-beda, tergantung jauh dekatnya hubungan menantu dengan keluarga besar almarhum. Konon pula kualitas makanan ini merupakan persaingan terselubung diantara para menantu.

7. Sabtu pagi selesai sholat subuh, kaum laki-laki dari seluruh pelosok negeri, tua muda, tanpa memandang hubungan kekeluargaan berbondong-bondong datang ke pemakaman silih berganti (“kadarek”) yang dapat membuat jalanan macet saking ramainya. Sering terdapat pertanyaan dari warga luar Nagari tentang acara dipagi itu. Dari informasi yang kami peroleh tradisi Kadarek ini hanya ada di kampung kami Nagari Tanjung Barulak, Batusangkar.

Dari gambaran diatas, jumlah warga yang ikut terlibat dari semua kegiatan dapat mencerminkan perilaku atau tindak tanduk almarhum dimasyarakat semasa hidupnya.
Sepertinya hukum sebab akibat berlaku disini.
Batusangkar, 01 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar