Minggu, 28 Agustus 2016

Praha "Kota Jam Gadang".


Praha adalah Ibu kota Czech Republic yang terletak ditepi sungai Vitava, merupakan kota No 15 terbesar di Eropa.


Kami menuju Praha dari Vienna naik Taxi carteran yang dikemudikan oleh Sopir Bule yang ganteng tenann..


Kalau di kampung kita, si Bule ini sudah jadi Bintang Sinetron dengan fans Ibu2 muda dan gadis belia ha ha ha.


Keputusan naik Taxi adalah untuk mengganti suasana karena dua kali perjalanan sebelumnya kami naik KA ( Bcharest ke Budapest dan Budapest ke Vienna). Disamping itu juga, biaya naik Taxi sama dengan naik KA.


Perjalanan naik Taxi melalui jalan Tol hampir sama dengan perjalanan Jakarta - Bandung. Disepanjang jalan banyak Rest Area tempat mengisi bahan bakar dan mengisi perut.


Kami istirahat di Rest Area di wilayah Czech tempat langganan si Sopir. Pemilik warungnya Ibu muda yq cantik dikenalkan kepada kami. Sang sopir menggodanya hingga si Ibu tersenyum malu.

Dalam hati kami berucap " Dasar sopir" ha ha ha.


Untuk pencinta sepakbola, Czech Republic adalah Negaranya Petr Cech kiper

Arsenal si jangkung yang selalu pakai pengaman Kepala.


Setelah menyimpan barang bawaan pada Apartement sederhana di pusat kota, kami jalan-jalan menyusuri kota Praha.


Makanan murah meriah yg biasa kita temui adalah Gerobak dorong menjajahkan Nasi Goreng, Bakso, Pisang/Ubi Goreng dll yang mangkal di trotoar.


Ternyata, di Praha penjajah makanan ini dikoordinir sedemikian rupa menempati halaman Mall di pusat kota.


Gerobaknya berupa Rumah mungil (warung ) terbuat dari papan yang dipernis dg kesan artistik dan enak dipandang. Di depannya terpampang daftar harga makanan sehingga pembeli tidak takut tertipu.


Di kampung kita, cerita tukang palak harga makanan bukan hal baru dan sering beredar di Sosmed yg menjadi trending topic,  bahkan diliput oleh TV dengan mewawancarai beberapa nara sumber.


Jalan - jalan seputar kota Praha ( Old Town Square ) sangat mengasyikan. Bangunan-bangunan tua yang artistik dan terawat dengan baik, semua bangunan tua sudah menjadi warisan dunia, tidak boleh berubah bentuk.


Semua gedung tua, menaranya selalu tertempel Jam Gadang, jauh lebih gadang (besar) dibandingkan Jam Gadang di Bukittinggi.

Sudah pernah ke Bukittinggi nan rancak ?.

Sebelum ke Praha ke Bukittinggi dulu yaaaa...(promosi) he he he.


Setelah menyusuri kota tua kami bergeser ke tepi Sungai Vitava yang bersih dan jernih, hampir mirip Sungai Danube di Budapest.


Pada sungai Vitava membentang jembatan "Charles Bridge " yg dibangun tahun 1357 di zaman King Charles IV.


Charles Bridge lebih bagus dan lebih astistik dibanding jembatan Chain Bridge di Budapest. Kesamaannya, dipanjang jembatan banyak pedagang dan pengamen.


Hal yang unik dan menjadi kepercayaan pasangan yang sedang dimabuk cinta adalah menyangkutkan kunci gembok ditulisi nama masing2 pada dinding jembatan ( lihat foto ) agar hubungan mereka menjadi langgeng.


Pada hari kedua, kami meneruskan perjalanan ke Prague Castle. Castle terbesar di dunia menurut Geunees Book of Records di areal seluas 70.000 M2. Semacam komplek yang terdiri dari beberapa bangunan. Kaki bisa gempor menyusuri luasnya komplek ini.


Prague Castle mulai dibangun tahun 870, terletak di atas bukit seberang kota Praha melalui Charles Bridge.


Untuk mendapatkan Prague Castle, kami naik Bus memanfaatkan tiket harian yang kami beli sebelumnya. Harga tiket angkutan umum ( Metro, Tram dan Bus ) untuk 24 jam adalah sebesar Crown 110 setara dg Rp  62.000,-


Crown adalah mata uang Czech yg berlaku sebagai alat tukar, bukan Euro seperti dikota Vienna.


Setelah turun Bus, kita jalan kaki mendaki sepanjang hampir 500 M untuk sampai di Prague Castle.


Masuk komplek Prague Castle ini tanpa bayar alias gratis tis tis

......