Rabu, 23 Februari 2011

Kalah Judi di Arena Pacuan Kuda



Setelah lama mencari, akhirnya kudapat juga Novel TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK karangan Buya Hamka yang pernah kubaca tahun 70an, merupakan bacaan wajib perintah guru Bahasa Indonesia. Ntah angin dari mana yang membuat aku begitu penasaran ingin membaca lagi. Setelah membaca pertemuan Zainuddin dan Hayati , dua anak muda yang lagi dimabuk cinta di Arena Pacuan Kuda Padang Panjang, untuk sementara kututup Novel ini karena pikiranku melayang-layang membayangkan perangai masa laluku di Arena Pacuan Kuda dan tak sabar ingin berbagi dengan Kompasianer yang Ganteng, Cantik dan baik hati ini.


Pacu Kuda (Kudo) di Sumatera Barat telah ada sejak zaman Belanda yang diadakan secara bergilir sekali dalam dua bulan di Padang, Bukit Tinggi, Batusangkar, Padang Panjang, Payakumbuh dan Sawaluntoh, atau sekali setahun dimasing masing kota diatas. Sampai sekarang Pacu Kudo yang merupakan kegiatan pariwisata, budaya dan hiburan masih tetap eksis.


Pengalaman masa kecilku di Batusangkar, Pacu Kudo diadakan dua hari, Sabtu-Minggu atau Minggu-Senin yang dibarengi dengan pasar malam selama satu minggu dan pertandingan Sepak Bola disore hari setelah menonton Pacu Kudo.


Bermacam-macam gaya pakaian dari yang Tradisionil sampai yang modern yang dikenakan oleh orang kampong dan orang kota dari yang miskin sampai yang kaya dapat disaksikan karena di Arena (Gelanggang) Pacu Kudo tempat merajut janji sehidup semati buat pasangan yang lagi dimabuk cinta sekaligus tempat menunjukan jati diri siapapun.

Alangkah mindernya diri ini kalaulah kita tak dapat menonton karena akan menjadi cibirin orang sekampung, begitulah dunianya.


Selama Pacu Kudo belangsung perjudian menjadi halal (dilegalisir) seperti :

1. Menebak kuda yang akan menang dalam setiap ronde dengan jumlah kuda yang turun gelanggang bisa mencapai puluhan. Masing-masing kuda sudah punya nama dan nomor urutnya. Pejudi ulung, biasanya sudah tau kuda yang akan menang karena dia selalu mengikuti pacuan disetiap kota. Pejudi ulung ini berani memegang satu kuda jagoannya melawan kuda yang tersisa ( Umpama : 1 : 9). Berbagai variasi ada disini. Model judinya face to face dengan cara melambai-lambaikan uang sambil menyebut kuda jagoan. Bisa juga kita membeli kupon untuk kuda yang kita jagokan pada Bandar resmi.

2. Perjudian disekeliling Arena (Gelanggang)

Judi kolok-kolok, terdiri dari 3 dadu dengan permukaannya angka 1 sampai 6. Peserta judi meletakan uang pada nomor tebakannya. Jumlah bayaran yang diterima sesuai dengan angka yang muncul dipermukaan. Kemenangan maksimal tiga kali karena angka yang muncul pada ketiga dadu adalah sama.
Judi 3 lembar kartu : Umpamanya: Satu King + 2 As. Pemenangnya bila tebakan kita adalah King. Bandar akan memperlihatkan ketiga kartu dengan ucapan ini Menang (King), ini Kalah (As), ini Kalah (As) sebelum kartu ditutup.
Lempar 2 koin dengan permukaan A dan B. Tebakannya adalah AA, BB atau AB. Biasanya disini tidak ada Bandar dan kita bertaruh dengan siapapun dengan cara melambai-lambaikan uang dan menyebutkan tebakan kita.

Pengalaman penulis:

1. Judi kolok-kolok :

Saat itu aku berangkat ke Gelanggang Pacuan Kuda dengan teman anak orang kaya, aku selalu dapat modal dan main sesukanya. Melihat satu lapak lagi kosong, kulempar Rp. 1.000,00 pada angka 6. Ternyata 3 buah dadu permukaannya 6 dan aku seharusnya dapat bayaran Rp 3.000, ternyata uang Bandar nggak cukup karena orang lain biasanya hanya main Rp 25 – Rp 100.

Note : Waktu itu uang jajanku perminggu Rp 100 rupiah. Rp 3.000 banyak khan !.


2. Menebak kuda :

Kejadiannya pada Pacu Boko atau disebut juga Pacu Final di hari terakhir dan pada Ronde terakhir. Dari sekian kuda pacu, terdapat dua ekor kuda yang menjadi jagoan, sebut saja Kuda Jaya dan Kuda Lihai dengan nomor urut ganjil dan genap. Kesepakatan dengan lawan yang tak dikenal, penulis bersama teman menjagokan nomor ganjil dan lawan nomor genap. Uang taruhan dipegang oleh lawan. Disaat kuda sedang berlari kami asik memperhatikannya tanpa menghiraukan posisi lawan. Ternyata memang Kuda Lihai yang menang dan lawan taruhan sudah hilang batang hidungnya, membawa lari duit taruhan. Kami saling menyalahkan, kok dibiarin lari ? ha ha ha


3. Judi 3 lembar kartu

Ternyata sibandar punya teman, istilahnya tukang pancing. Sebelum ada musuh, mereka bermain dan lebih banyak si Tukang Pancing yang kalah. Karena emosi (sandiwara) si Tukang Pancing mematahkan ujung Kartu King (Kartu yang menang) sehingga mudah ditebak. Saat itu aku ikut memasang duit di Kartu yang sudah dipatahkan. Apa nyana ? Ternyata itu adalah salah satu Kartu As (kalah) dan habislah duitku. Aku berkeringat dingin karena uang yang kubawah ke Pacuan adalah hasil dari jual Ayam di kampong. Kutinggalkan arena dan pulang ke kampong jalan kaki. Sedih hatiku he he he


Setelah kejadian ini aku tak pernah lagi menonton pacuan kuda karena aku merantau mengadu nasib dinegeri orang. Apakah kebiasaan judi ini masih ada ?. Ntahlah. Aku tak pernah bertanya dan tak mau lagi terlibat perjudian. Kapokkkkkkkkkkk

fOTO : Diundu dari Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar