Rabu, 23 Februari 2011

Ekonomi Indonesia Bak Buah Simalakama

Selama iklim investasi dan infrastruktur belum dibenahi, kebijakan suku bunga “Naik atau Turun” dan kebijakan Rupiah “menguat atau ditahan” tak ubahnya Buah Simalakama ????.


Predikat Indonesia yang naik ketingkat Invesment Grade antara lain karena kinerja makroekonomi tumbuh 6% sepanjang Semester I/2010 bak bunga yang baru mekar, banyak kumbang yang hinggap disana. Mungkin ini analogi dari Modal Asing/PMA yang meningkat singnifikan dibanding dengan tahun 2008 dan 2009 sehingga menyebabkan rupiah jadi menguat.


Ekonomi, bisa juga digambarkan dengan sebuah Neraca yang harus berimbang debet dan kredit. Setiap ada Debet selalu disusul dengan Kredit, masalahnya , di Kredit pada Pos yang mana?. Disamping itu, hukum Permintaan dan Penawaran harus tetap terjaga agar mendapatkan titik keseimbangan yang ideal, maksudnya tidak membuat inflasi meningkat karena adanya tambahan modal. Ternyata saat ini inflasi mulai naik 6,22% melewati target 5%.


Rupiah menguat membawa konsekuensi harga komoditas ekspor menjadi lebih mahal dan harga barang impor jadi lebih murah. Wisatawan asing yang datang bisa berkurang karena harga dalam negeri lebih mahal, sebaliknya warga Negara kita justru banyak pelesir ke Luar Negeri karena disana harga lebih murah. Ujung-ujungnya dapat menguras Cadangan devisa.


Kekhawatiran tersebut telah menunjukan buktinya, dimana ekspor bulan Juni 2010 turun 2,87% dibandingkan bulan Mei 2010, sedangkan import naik 17,36% dibandingkan Mei 2010. Penurunan ekspor karena pasar ekspor masih primitive dalam arti produknya itu-itu saja dan Negara tujuannya juga nggak berubah.


Tambahan Modal Asing harus diimbangi oleh sector riil agar bisa diserap, justru faktor-faktor untuk menggerakan sector riil ini seperti iklim investasi dan buruknya infrastruktur yang belum mendapatkan tindak lanjut serius.


Inflasi disebabkan oleh biaya yang meningkat (cost push inflation) antara lain kenaikan TDL,. Oleh karena itu untuk menekan biaya, para pengusaha meminta agar suku bunya kredit dapat turun. Suku bunga turun mengakibatkan orang enggan menabung karena inflasi sebesar 6,22% dibandingkan BI rate 6,50% (selisih tipis) membuat nilai tabungan tidak berarti, terus uang beredar semakin banyak akhirnya inflasi akan semakin meningkat, kondisi yang membahayakan. Persoalan ini seperti lingkaran setan yang tak berujung.


Uraian diatas, menunjukan kondisi riil yang terjadi saat ini, kalau kita cermati penyebab utamanya adalah iklim investasi dan buruknya infrastruktur. Kalau ini dapat diatasi, Modal Asing/PMA akan mengalir cukup deras ke sector riil. Tinggal kita arahkan pada sector padat karya di bidang industri yang produknya di ekspor (menambah devisa).


Note : Pendapat pribadi Reflus dari kacamata sederhana, jauh dari sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar